27 November, 2008

Tidak ada Sekolah Formal di Rutan (Kebonwaru)



BANDUNG, (PR).- Sejumlah anak yang menghuni rumah tahanan (rutan) Kebonwaru di Jln. Jakarta, Kota Bandung tidak memiliki fasilitas untuk mengenyam pembelajaran formal. Padahal, banyak anak yang menghuni rutan tersebut dalam jangka waktu cukup lama. Dengan demikian banyak yang terpaksa menyandang status anak putus sekolah.

Rumah Tahanan Kebonwaru tidak hanya menampung tahanan, tetapi juga narapidana. Menurut data Lembaga Bantuan Hak Anak (Laha), pada akhir November 2008, terdapat 65 anak yang berada di Rutan Kebonwaru. Sebanyak 52 anak sudah dijatuhi vonis dan 14 anak di antaranya mendapatkan hukuman di atas satu tahun penjara.

Keadaan Rutan Kebonwaru memang berbeda dengan lembaga pemasyarakatan Tangerang yang memiliki fasilitas pendidikan formal untuk anak. Di Rutan Kebonwaru tahanan/napi anak-anak hanya mendapatkan pendidikan alternatif dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang diberikan dua kali seminggu, Kamis dan Sabtu.

Kendati demikian salah seorang anak rutan Rifki (bukan nama sebenarnya), menyatakan senang dengan pendidikan alternatif tersebut. Dengan kegiatan ini ia dapat mempelajari berbagai macam hal seperti menyablon kaus dan bermain musik.

Meski demikian, dirinya tetap ingin mendapatkan kesempatan mengenyam pendidikan formal. "Inginnya belajar kejuruan, supaya bisa dapat kerja dan menyenangkan orang tua," ujarnya, Kamis (20/11).

Menanggapi hal itu, Staf Bantuan Hukum dan Penyuluhan Rutan Kebonwaru Drs. Hari Matahari menyatakan, sebenarnya pendidikan formal bisa saja diberikan kepada anak rutan melalui pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM).

Dikatakan Hari, pada 2006 dirinya pernah membentuk PKBM dan mengajukan proposal untuk mendapatkan izin menyelenggarakan pendidikan formal di Rutan Kebonwaru. Pendidikan yang ditawarkan adalah pendidikan Paket A, Paket B, Paket C, keaksaraan fungsional, dan kelompok belajar usaha. Namun sayangnya, kehadiran PKBM tersebut ditolak oleh pihak Kebonwaru. Mengenai alasan penolakan, Hari tidak diberitahu.

Hari mengakui pendidikan formal sesungguhnya dibutuhkan oleh anak rutan, terutama untuk narapidana anak yang menghabiskan waktu yang cukup lama di tempat itu. Pemerintah tidak bisa mengandalkan peran serta masyarakat saja dalam mendidik narapidana anak, namun diperlukan pula aksi proaktif dari Dinas Pendidikan Jawa Barat.

Hari mengharapkan, Pemerintah Jabar bisa mengeluarkan aturan yang tegas mengenai bentuk pendidikan bagi anak rutan. "Dengan demikian mereka mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kondisi anak rutan yang berbeda dengan anak lainnya," kata Hari.

Sementara itu, Divisi Konsultasi dan Bantuan Hukum Laha Togar Sianturi menyatakan, solusi terbaik bagi anak justru dengan meniadakan hukuman penjara bagi anak. Menurut dia, memenjarakan anak tidak ada faedahnya.

Di dalam penjara, kata Togar, anak bisa terkontaminasi karena berbaur dengan tahanan dewasa dan tahanan yang tingkat kejahatannnya lebih tinggi. "Penjara tidak bisa menjadi sarana pendidikan yang layak bagi anak," kata dia. (CA-174)***

No comments: