23 June, 2014

Walikota Jangan Ragu Menerapkan Sistem Rayon di PPDB 2014

Kegiatan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Kota Bandung tahun 2014 akan segera dilaksanakan kurang dari dua minggu lagi, namun sampai saat ini aturan untuk melaksanakan proses ini masih belum terbit. Walikota Bandung, pejabat yang seharusnya mengesahkan Perwal PPDB, menjanjikan perwal ini akan terbit sebelum akhir minggu ini (PR, 19 Juni 2014).  Salah satu keragu-raguan dari Walikota untuk segera menerbitkan aturan PPDB adalah masih belum sempurnanya pembagian wilayah sekolah.

Berdasarkan draft Perwal PPDB yang diterima oleh KPKB, pembagian wilayah sekolah pada awalnya berdasarkan kecamatan. Dalam perkembangannya, pembagian sekolah ini menimbulkan permasalahan, yaitu tidak terakomodasinya calon siswa yang dekat dengan suatu sekolah namun berada di wilayah kecamatan yang berbeda. Oleh karena itu, muncul usulan untuk menggunakan patokan jarak, yaitu radius wilayah dari suatu sekolah sebagai rujukan utama dalam menentukan pembagian wilayah sekolah.

Koalisi Pendidikan Kota Bandung (KPKB) menilai pembagian wilayah sekolah berdasarkan kecamatan sudah cukup baik dan realistis untuk dilaksanakan. Dengan menggunakan data penduduk berdasarkan usia yang dikeluarkan oleh BPS, KPKB menemukan pembagian wilayah (rayon) sekolah sudah cukup merata. Untuk SMA misalnya, setiap sekolah di masing-masing wilayah harus menampung rata-rata 600 calon siswa, terkecuali di sekolah-sekolah di wilayah D yang melingkupi Kecamatan Sumur Bandung dan Bandung Wetan yang  hanya perlu menampung rata-rata 120 calon siswa.

Bila dipaksakan untuk merubah pembagian wilayah ini berdasarkan radius, dikhawatirkan proses rayonisasi ini menjadi terganggu. Karena batasan wilayah dengan menggunakan radius lebih tidak jelas dibandingkan dengan batasan berdasarkan administrasi kewilayahan. Apalagi tidak ada patokan yang pasti berapa radius yang paling ideal untuk menetapkan pengelompokkan sekolah. KPKB menyarakan agar pendekatan radius hanya digunakan sebagai komplemen terhadap pembagian berdasarkan kecamatan.

Perlu diakui pembagian wilayah berdasarkan kecamatan tidak akan memuaskan semua pihak, terutama para calon siswa yang tinggal diluar wilayah dimana sekolah-sekolah unggulan (favorit) berada. Para calon siswa yang telah mengincar sekolah-sekolah unggulan menjadi was-was tidak diterima karena mereka akan terkalahkan oleh calon siswa yang berdomisili di dekat sekolah unggulan.

Namun di satu sisi, pembagian wilayah seperti ini memberikan peluang yang lebih besar kepada calon siswa, terutama dari kalangan yang tidak memiliki prestasi akademis tinggi untuk mengakses sekolah-sekolah unggulan. Mereka ini terutama berasal dari masyarakat tidak mampu. Selama ini mereka cenderung bersekolah jauh dari rumah karena mereka tidak mampu menembus passing grade dari sekolah-sekolah unggulan di dekat rumah.

Penerapan sistem rayon dirasakan memberi rasa keadilan yang lebih kepada masyarakat dibandingkan sistem sebelumnya. Oleh karena itu , walikota seharusnya tidak ragu untuk menerapkan sistem ini. KPKB percaya Walikota Bandung masih memiliki keberpihakan kepada masyarakat yang selama ini memiliki kesulitan untuk mendapatkan kualitas pendidikan yang baik di sekolah-sekolah unggulan.

Bandung, 19 Juni 2014

Koalisi Pendidikan Kota Bandung

Dwi Subawanto 

Ben Satriatna 

08 December, 2013

Diskusi publik pendidikan lewat Twitter

Setiap pekan, di hari Minggu, ada diskusi tentang pendidikan yang dilakukan lewat Twitter. Diinisiasi oleh Bincang Edukasi, di akun Twitter @bincangeduksi dan hashtag #twitedu. Beragam topik dibahas di sana setiap pekan, Kalau Anda pengguna Twitter, silakan pantau percakapannya setiap pekan. Pekan ini, 8 Desember 2013, #twitedu membicarakan hasil survei PISA 2012 yang menggambarkan rendahnya kualitas pendidikan Indonesia.

 

28 May, 2013

Jelang PPDB 2013: Sekolah Dilarang Lakukan Tes Calistung pada Calon Murid SD

TRIBUNNEWS.COM - Pihak sekolah diminta menaati aturan untuk tak melakukan tes membaca, menulis dan berhitung (calistung) pada calon murid kelas satu SD. Tes tersebut dikhawatirkan akan membuat anak stres, dan fobia pada sekolah. Dosen Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan UPI, Ipah Saripah, mengatakan aturan ini berlaku untuk sekolah mana pun, baik negeri maupun swasta. 

"Semua anak berkesempatan sekolah tanpa harus diseleksi lebih dulu. Jadi tes-tes calistung pada saat penerimaan tidak boleh dilakukan," katanya pada acara syukuran kelulusan S1 Pendidikan Anak Usia Dini di Komplek Sekolah Santo Aloysius Yayasan Mardiwijana Bandung-Satya Winaya Jalan Trunojoyo, Selasa (30/4/2013).

Namun ia mengakui, ada saja sekolah yang menerapkan tes calistung seperti itu dengan alasan kuota yang terbatas. Namun hal tersebut tetap tak bisa dibenarkan karena akan membuat anak menjadi down karena tesnya terlalu akademis. Kalau pun ingin melakukan tes semacam saringan atau seleksi, bisa dengan cara lain seperti melihat kematangan emosi anak, pengetahuan diri anak, atau melihat kemandirian anak.

"Jadi bukan tes calistung karena anak sebenarnya siap belajar secara formal saat masuk SD. Di SD-lah anak diberi fondasi, bukan di taman kanak-kanak," katanya. Ia juga menambahkan, bila sekolah tetap menerapkan tes saat pendaftaran murid baru, maka akan berakibat pada anak seperti anak mogok sekolah karena ia merasa tidak mampu. Dan, kalau pun anak tersebut mampu mengikuti tes, anak akan mengalami kejenuhan di tingkat SMP/SMA. Hal serupa diungkapkan pakar pendidikan lainnya, Dr Sherly Iliana MM.

Menurutnya, terpenting saat mengikuti kegiatan di sekolah, anak-anak harus merasa bahagia. Jangan anak-anak merasa terbebani saat belajar. Bila anak-anak gembira, maka transfer ilmu dari guru kepada anak-anak juga menjadi mudah. Apa yang diberikan guru bisa diterima oleh anak-anak.

"Harus pandai mengemas, dengan cara tepat, namun visual dapat, auditori juga dapat," katanya. Larangan melakukan tes calistung bagi calon murid SD juga ditegaskan oleh Kabid SD Dinas Pendidikan Kota Bandung, Ende Mutaqin.

Menurutnya, aturan penerimaan peserta didik baru bagi khusus calon murid kelas satu SD adalah dari usia dan domisili. Bila seorang anak sudah berusia minimal 7 tahun, maka bisa bersekolah di SD. Dan, itu pun harus dilihat dari domisili atau tempat tinggal.

"Sekolah memprioritaskan menerima murid yang domisilinya dekat dengan sekolah, selain itu lihat usianya, apakah sudah sesuai aturan yakni minimal 7 tahun atau tidak. Seleksi bukan dari tes calistung, tidak boleh. Ada aturannya. Itu tertuang dalam aturan Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB," katanya. (Tribun Jabar/tif)

24 December, 2012

Pendidikan Kota Bandung 2012 Mempertahankan Prestasi Buruk


Refleksi Pendidikan Kota Bandung 2012

Kebijakan pendidikan pemerintah Kota Bandung pada tahun 2012 harus dinamakan sebagai  kebijakan yang “berjalan di tempat”. Sebutan ini pantas  diberikan karena pada tahun ini tidak ada perubahan kebijakan pendidikan yang berarti. Pemerintah Kota Bandung hanya mengulang-ulang kebijakan dan program tahun-tahun sebelumnya. Termasuk mengulangi kelemahan dan pelanggaran yang sebenarnya sudah sering dikritik pada tahun-tahun sebelumnya.

Selama bertahun-tahun Pemerintah Kota Bandung telah mengabaikan amanah dari Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang antara lain secara  jelas mewajibkan pemerintah daerah untuk memenuhi hak peserta didik, memenuhi hak tenaga pendidik dan kependidikan, mengelola anggaran secara transparan dan akuntabel, serta  memfasilitasi peran serta masyarakat. Pemenuhan kewajiban tersebut menjadi penting, karena dampaknya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat dan kelompok kepentingan di bidang pendidikan.

Namun pada kenyataaannya sampai Tahun 2012 ini kita masih melihat gambaran dari kebijakan pendidikan Kota Bandung yang “jalan di tempat”, antara lain:

Pemerintah Kota Bandung telah gagal memenuhi hak peserta didik mendapatkan layanan pendidikan yang bermutu tanpa diskriminasi. Selama bertahun-tahun sampai dengan tahun 2012 ini Pemerintah Kota Bandung tidak mampu menyelesaikan masalah diskriminasi pelayanan pendidikan kepada peserta didik dari keluarga yang tidak mampu. Masalah keterjangkauan pelayanan pendidikan bagi peserta didik dari keluarga tidak mampu hanya ditanggapi oleh program yang sifatnya karitatif  (bantuan) semata. Pemerintah Kota Bandung tidak mampu melakukan perubahan sistem pengelolaan penyelenggaraan pendidikan yang menjadi akar masalah dari keterjangkauan pelayanan pendidikan di Kota Bandung.

Kota Bandung terkesan membiarkan berbagai jenis pungutan terjadi di sekolah yang membebani terutama masyarakat tidak mampu. Pemerintah Kota Bandung juga menegaskan kesenjangan pelayanan dengan terus menerus menggunakan pembagian “cluster” tanpa ada upaya pemerataan kualitas pelayanan sekolah. Pemerintah Kota Bandung juga memberikan dukungan yang lebih besar kepada sekolah peserta RSBI yang cenderung menjadi sekolah eksekutif. Terakhir, Pemerintah Kota Bandung pada Tahun 2012 ini tidak melakukan perubahan signifikan terhadap mekanisme penerimaan peserta didik baru yang nyata-nyata rentan disalahgunakan menjadi ajang transaksi uang dan politik.
Pemerintah Kota Bandung telah gagal memenuhi hak tenaga pendidik dan kependidikan.

Pada Tahun 2012 Pemerintah Kota Bandung mengeluarkan kebijakan pemberian honorarium kepada guru honorer melalui mekanisne dana hibah. Kebijakan ini dapat dikatakan merupakan kebijakan pengalihan sesaat saja, karena sesuai peraturan perundangan yang berlaku maka pemberian dana hibah hanya dapat diberikan satu kali kepada kelompok yang sama. Pada tahun depan dan seterusnya hak guru honorer untuk mendapatkan penghasilan yang memadai kembali akan menghadapi masalah karena kebijakan Pemerintah Kota Bandung justru tidak menyentuh akar masalah berupa kepastian status dari guru honorer tersebut.

Selain itu, secara terang-terangan Pemerintah Kota Bandung melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundangan yang mengatur mekanisme pengangkatan  kepala sekolah dan pengawas pendidikan, sehingga mengabaikan hak tenaga pendidik dan kependidikan untuk mendapatkan penghargaan terhadap prestasi kerja mereka secara obyektif.

Pemerintah Kota Bandung telah gagal melaksanakan pengelolaan dana pendidikan yang transparan dan akuntabel. Selama bertahun-tahun pemerintah Kota Bandung hanya beretorika tentang transparansi namun secara tidak langsung mendukung ketertutupan pengelolaan anggaran pendidikan.
Informasi mengenai pengelolaan dana  masyarakat yang dihimpun di  sekolah maupun anggaran publik yang disalurkan melalui BOS dan anggaran di Dinas Pendidikan nyatanya sulit diakses masyarakat. Ketertutupan informasi dalam pengelolaan anggaran ini, sebagaimana di banyak sektor lain, pada akhirnya menghambat partisipasi warga dalam mengawasi agar anggaran pendidikan dikelola secara efesien dan tepat sasaran.

Pemerintah Kota Bandung telah gagal memfasilitasi masyarakat untuk berperan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan pendidikan. Selain tidak mempunyai mekanisme formal dalam menerima dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat, Pemerintah Kota Bandung malah mengacaukan kemandirian Dewan Pendidikan Kota Bandung dengan menjadikan lembaga ini sebagai pengelola dana hibah “Bawaku Sekolah”.

Dilibatkannya Dewan Pendidikan Kota Bandung dalam sebuah program pemerintah telah menimbulkan konflik kepentingan untuk “memisahkan” peran Dewan Pendidikan Kota Bandung sebagai pengawas dan sekaligus pelaksana program pemerintah Kota Bandung.  Bias kepentingan ini pada akhirnya merugikan masyarakat dan pemerintah itu sendiri, karena menghambat partisipasi masyarakat untuk memberikan masukan obyektif bagi peningkatan mutu pelayanan pendidikan secara obyektif dan mandiri

Melihat kondisi selama Tahun 2012 tersebut, tidak dapat disalahkan jika muncul opini bahwa Pemerintah Kota Bandung tidak memiliki komitmen dan kreatifitas, sehingga terjebak pada rutinitas pemenuhan kewajiban administrasi dan teknis penyelenggaraan pelayanan pendidikan semata.  
Sesuatu hal yang patut disesali karena Kota Bandung mempunyai berbagai kelebihan potensi dan anggaran yang memadai untuk menjadi contoh sebuah kota yang peduli pendidikan. Rupanya semua pihak harus mengakui dan mau belajar dari beberapa kabupaten/ kota yang lebih kecil namun terbukti mempunyai terobosan kebijakan pendidikan yang berpihak pada pemenuhan hak masyarakat.

Semua permasalahan ini sudah saatnya dihentikan. Jika pemimpin Kota Bandung saat ini tidak mampu menciptakan perubahan berarti, pergantian Walikota Bandung pada Tahun 2013 harus dijadikan momentum untuk memilih seorang pemimpin yang berani melakukan terobosan kebijakan. Seorang pemimpin yang tegas dalam memilih pejabat di tingkat Dinas Pendidikan maupun satuan pendidikan sesuai peraturan dan perundangan yang berlaku.

Itupun belum cukup. Pemerintah Kota Bandung dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandung harus menyelesaikan pekerjaan rumah untuk menyusun standar dan terobosan program pelayanan pendidikan Kota Bandung yang konkrit.

Terakhir, tahun ini adalah waktu yang tepat untuk menilai keberadaan lembaga mandiri yang berperan sebagai pengawas serta menyusun sebuah mekanisme pengawasan yang melibatkan masyarakat secara langsung.

Demikian refleksi sekaligus harapan dari berbagai kelompok masyarakat yang peduli terhadap keterjangkauan akses dan peningkatan mutu pelayanan pendidikan di Kota Bandung.

Bandung, 24 Desember 2012
Koalisi Pendidikan Kota Bandung

18 September, 2012

KPKB Tidak Akan Berhenti


Setelah melalui proses panjang, permohonan informasi ke Dinas Pendidikan Kota Bandung akhirnya mentok di PTUN. Setelah Komisi Informasi mengabulkan semua permohonan kami, ternyata terdapat cacat hukum pada putusan KI, dan ini menyebabkan batalknya putusan KI terhadap permohonan informasi KPKB, yang diwakili tiga anggotanya.

Berawal dari laporan KPKB ke Ombudsman Juli 2011 yang lalu tentang pelaksanaan PPDB 2011/2012. "Laporan hasil pemantauan PPDB dari kami bisa jadi bahan catatan untuk investigasi bagi Ombudsman. Minimalnya Ombudsman bisa melakukan tugasnya melakukan mediasi," ujar Fridolin saat memberikan laporan di Kantor Ombudsman Jabar, Jalan PHH Mustopa (Suci) Kota Bandung, Kamis (14/7/2011).

Laporan ini ditindaklanjuti Ombudsman, bahkan sempat berencana memanggil Walikota Bandung. Hal ini tidak berlanjut, karena ada beberapa bukti yang harus diserahkan. Karena kebutuhan ini, maka KPKB lalu meminta beberapa informasi publik kepada Dinas Pendidikan Kota Bandung. Pada tanggal 2 November 2012, KPKB melayangkan permohonan informasi ke Dinas Pendidikan Kota Bandung.

Berdasarkan kebutuhan di atas, ditambah dengan persoalan lain seputar penyelenggaraan pendidikan di Kota Bandung selama ini, maka melalui beberapa anggota KPKB, telah diajukan permintaan informasi kepada Dinas Pendidikan Kota Bandung, pada tanggal 2 Nopember 2011 mengenai:

Permohonan Informasi Publik atas nama Ben Satriatna (No. 01/2 Nopember 2011), tentang:
  1. Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas Pendidikan Kota Bandung tahun 2009-2011;
  2. Dokumen Rencana Kerja Anggaran (RKA) Dinas Pendidikan Kota Bandung tahun 2009-2011;
  3. Dokumen RAKS dan RAPBS 2009/2010 sampai dengan 2011/2012 SMPN, SMAN dan SMKN se-kota Bandung;
  4. Dokumen Realisasi Penggunaan AKS/APBS tahun 2009/2010 dan tahun 2010/2011
Permohonan Informasi Publik atas nama Zamzam Muzaki (No. 02/2 Nopember 2011), tentang:
  1. Salinan rencana dan realisasi pembangunan ruang kelas baru (RKB) dan Pusat Sumber Belajar (PSB) tahun 2010/2011;
  2. Dokumen terkait proses dan hasil tender RKB dan PSB periode 2011 di Kota Bandung;
  3. Salinan daftar sekolah di Kota Bandung penerima DAK.
Permohonan Informasi Publik atas nama Rahadian P. Paramita (No. 3/2 Nopember 2011), tentang:
  1. Daftar nama peserta didik baru 2011/2012 SMP, SMAN, SMKN yang diumumkan melalui jalur akademik, jalur akademik, dan jalur prestasi non-akademik kota Bandung;
  2. Daftar nama peserta didik baru SD, SMP, SMAN/SMKN Tahun Pelajaran  2011/2012 per 30 September 2011;
  3. Daftar nama peserta didik baru yang mutasi pada tahun ajaran 2011/2012; (Dinas Pendidikan Kota Bandung seharusnya menguasai informasi yang dimaksud, sesuai dengan Petunjuk Teknis PPDB Kota Bandung 2011/2012 (SK Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung No. 422/2427-Skrt/2011)).
  4. Permohonan informasi tentang data jumlah siswa Jalur Tidak Mampu untuk SMPN, SMAN/SMKN Tahun Ajaran 2011/2012.
Pada tanggal 16 November 2011, surat-surat permohonan tersebut di atas telah ditanggapi kepada masing-masing pemohon, melalui:
  • Surat Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung Nomor 000/6861-Sekrt/2011 tertanggal 16 November 2011 yang ditujukan kepada Rahadian P. Paramita;
  • Surat Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung Nomor 000/6862-Sekrt/2011 tertanggal 16 November 2011 yang ditujukan kepada Ben Satriatna;
  • Surat Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung Nomor 000/6860-Sekrt/2011 tertanggal 16 November 2011 yang ditujukan kepada Zamzam Muzaki;
Pada tanggal 7 Desember 2011, KPKB melalui para pemohon informasi, mengajukan keberatan kepada Walikota Bandung, selaku atasan langsung Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung. Hal ini dilakukan karena permohonan Informasi Publik tersebut ditanggapi tidak sebagaimana yang kami minta.

Keberatan ini terpaksa dilayangkan ke Walikota, karena surat jawaban dari Disdik Kota Bandung, ditandatangani langsung oleh Kadisdik, Oji Mahroji, bukan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang menanganinya.

Hingga batas waktu yang ditetapkan, Walikota juga tidak memberi tanggapan, sehingga kami mengajukan sengketa ke Komisi Informasi Jawa Barat. Hasil ajudikasi dalam tiga kasus, akhirnya melahirkan 3 putusan yang mengabulkan permohonan informasi dari 3 anggota KPKB.  

Pihak Termohon Informasi, dalam hal ini Dinas Pendidikan Kota Bandung yang sudah diwakili oleh atasan langsungnya Walikota Bandung, kemudian mengajukan keberatan kepada PTUN. Maka dilangsungkannlah sidang di PTUN.

Hasilnya, ketiga putusan dibatalkan oleh PTUN, masing-masing karena alasan sebagai berikut:
  • Kasus Ben Satriatna; dibatalkan karena terjadi kesimpangsiuran antara Majelis Komisioner pembaca putusan, dengan yang bertanda tangan dalam putusan. TIdak ditemukan penetapan pergantian majelis dari ketua Komisi Informasi Jabar (16/8/2012).
  • Kasus Zamzam Muzaki; dibatalkan karena terjadi kesimpangsiuran antara Majelis Komisioner pembaca putusan, dengan yang bertanda tangan dalam putusan. TIdak ditemukan penetapan pergantian majelis dari ketua Komisi Informasi Jabar (16/8/2012).
  • Kasus Rahadian P. Paramita; dibatalkan karena legal standing pemohon informasi dianggap tidak memenuhi persyaratan untuk menjadi pemohon informasi. Kepentingan pemohon dianggap tidak relevan untuk memohon informasi publik (3/9/2012). 
Apakah kami akan terhenti? Tidak. Ada semangat kterbukaan informasi yang diciderai, baik oleh KI Jabar maupun PTUN. Melalui Wakca Balaka, Forum Advokasi Keterbukaan Informasi, KPKB sudah merilis pernyataan

Upaya memperjuangkan transparansi pendidikan di Kota Bandung, tetap akan dilanjutkan.  Berikut beberapa hal hasil pengamatan kami terkait proses sengketa informasi ini hingga ke PTUN.
  • Dinas Pendidikan Kota Bandung, tidak berniat baik untuk melakukan transparansi pendidikan. Informasi daftar nama mutasi siswa yang kami yakini – dan Komisi Informasi Jabar telah memeriksanya – sebenarnya dikuasai oleh pihak Disdik tetapi tidak pernah diakui. Bahkan sampak ke PTUN, Disdik tetap tidak mengaku menguasai informasi yang kami maksud.
  • Sistem hirarki hukum tidak berjalan dengan baik, dan tidak melindungi warga negara. Informasi DPA dan RKA yang sudah diputus Komisi Informasi Pusat sebagai informasi terbuka, tidak diindahkan oleh Dinas Pendidikan.