26 September, 2006

Sekolah Formal Kesal Merasa Tersaingi PKBM?

DOK. PIKIRAN RAKYAT

Dalam minggu ini ada kasus menarik yang diangkat oleh media massa, yaitu Gilang seorang siswa kelas 2 SMAN 3 Bandung yang ternyata mengikuti PKBM dan dinyatakan lulus Paket C. Sekarang dia kuliah di Fakultas Kedoteran UNPAD Bandung.

Ada beberapa pendapat yang berkembang menjadi polemik kacangan (tapi penting dan bikin gregetan). Pihak yang mendukung mengatakan jalur Pkaet C ini tidak perlu dipermasalahkan lagi. Paket C sudah diakui setara dengan SMA. Titik. Selama mereka mengikuti prosedur (dan nyatanya Gilang telah mengikutinya) tidak ada masalah.

Namun beberapa kalangan, paling gencar adalah guru dan sekolah, menyayangkan hal ini. Iwan Hermawan mempersoalkan proses yang tidak sesuai dengan prosedur dari Dinas Pendidikan Kota Bandung tentang batas usia 18 tahun sebagai batas minimal siswa mengikuti ujian paket C (di UU dan PP aturan ini tidak ada). Agus Setia Mulyadi, guru SMAN 5, mengatakan ini menjadi preseden buruk, karena siswanya jadi ingin mengikuti cara seperti Gilang. Dikhawatirkan akan banyak sekolah yang kosong karena siswanya lebih tertarik ikut pendidikan non-formal. Bahkan mereka mengatakan ujian di pendidikan non-formal kan lebih mudah.

Ini naif... Ada arogansi dari pendidikan formal yang mengklaim dirinya sebagai satu-satunya lembaga yang mendapat mandat melakukan pendidikan. Padahal sudah terbukti selama ini mereka gagal total dan macet kreativitasnya. Pendidikan formal tidak mampu memberikan solusi bagi pengangguran dan menegakkan pilar moral. Bahkan mereka menjadi bagian dari masalah ini. Sekolah formal memperlebar kesenjangan sosial ketika menjadikan indikator kualitas pelayanan paralel dengan imbalan uang. Mereka justru menjadi tempat belajar bagi remaja untuk menyogok, curang, korupsi, dan menjadikan hasil akhir di atas segalanya.

Sekarang, satu-satunya peluang untuk menjadikan pendidikan ini kembali ke tujuannya telah mereka halangi dan direduksi dengan naif menjadi perdebatan aturan dan prosedur.

Ya, ini makin menunjukkan mereka memang hanya berpikir untuk keselamatan dan kenyamanan mereka sendiri. Bukan tentang pendidikan itu sendiri. Jangan biarkan.....!

Kini, beberapa siswa menyatakan tertarik mengikuti jejaknya... di sini.. dan di sini ...


Dan S.

2 comments:

Dhitta Puti Sarasvati said...

Temenku akselerasi 2 kali ( di sekolah formal) yakni waktu smp n smu, sehingga masuk ITB umur 16. N di kampusku banyak juga yang kasus kayak gini, gak pernah jadi masalah.. Kenapa kalo jalurnya non-formal jadi masalah?

Pay_Culik said...

sy merasa aneh aj kalo lembaga formal mmpermasalahkannya, mestinya harus senang karena ada yg mau bantu untuk mendidik &mcerdaskn anak bangsa, bukan malah merasa terasaingi, dasar otak duit.