Refleksi Pendidikan Kota Bandung 2012
Kebijakan pendidikan pemerintah Kota Bandung pada tahun 2012 harus dinamakan sebagai kebijakan yang “berjalan di tempat”. Sebutan ini pantas diberikan karena pada tahun ini tidak ada perubahan kebijakan pendidikan yang berarti. Pemerintah Kota Bandung hanya mengulang-ulang kebijakan dan program tahun-tahun sebelumnya. Termasuk mengulangi kelemahan dan pelanggaran yang sebenarnya sudah sering dikritik pada tahun-tahun sebelumnya.
Selama bertahun-tahun Pemerintah Kota Bandung telah mengabaikan amanah dari Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang antara lain secara jelas mewajibkan pemerintah daerah untuk memenuhi hak peserta didik, memenuhi hak tenaga pendidik dan kependidikan, mengelola anggaran secara transparan dan akuntabel, serta memfasilitasi peran serta masyarakat. Pemenuhan kewajiban tersebut menjadi penting, karena dampaknya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat dan kelompok kepentingan di bidang pendidikan.
Namun pada kenyataaannya sampai Tahun 2012 ini kita masih melihat gambaran dari kebijakan pendidikan Kota Bandung yang “jalan di tempat”, antara lain:
Pemerintah Kota Bandung telah gagal memenuhi hak peserta didik mendapatkan layanan pendidikan yang bermutu tanpa diskriminasi. Selama bertahun-tahun sampai dengan tahun 2012 ini Pemerintah Kota Bandung tidak mampu menyelesaikan masalah diskriminasi pelayanan pendidikan kepada peserta didik dari keluarga yang tidak mampu. Masalah keterjangkauan pelayanan pendidikan bagi peserta didik dari keluarga tidak mampu hanya ditanggapi oleh program yang sifatnya karitatif (bantuan) semata. Pemerintah Kota Bandung tidak mampu melakukan perubahan sistem pengelolaan penyelenggaraan pendidikan yang menjadi akar masalah dari keterjangkauan pelayanan pendidikan di Kota Bandung.
Kota Bandung terkesan membiarkan berbagai jenis pungutan terjadi di sekolah yang membebani terutama masyarakat tidak mampu. Pemerintah Kota Bandung juga menegaskan kesenjangan pelayanan dengan terus menerus menggunakan pembagian “cluster” tanpa ada upaya pemerataan kualitas pelayanan sekolah. Pemerintah Kota Bandung juga memberikan dukungan yang lebih besar kepada sekolah peserta RSBI yang cenderung menjadi sekolah eksekutif. Terakhir, Pemerintah Kota Bandung pada Tahun 2012 ini tidak melakukan perubahan signifikan terhadap mekanisme penerimaan peserta didik baru yang nyata-nyata rentan disalahgunakan menjadi ajang transaksi uang dan politik.
Pemerintah Kota Bandung telah gagal memenuhi hak tenaga pendidik dan kependidikan.
Pada Tahun 2012 Pemerintah Kota Bandung mengeluarkan kebijakan pemberian honorarium kepada guru honorer melalui mekanisne dana hibah. Kebijakan ini dapat dikatakan merupakan kebijakan pengalihan sesaat saja, karena sesuai peraturan perundangan yang berlaku maka pemberian dana hibah hanya dapat diberikan satu kali kepada kelompok yang sama. Pada tahun depan dan seterusnya hak guru honorer untuk mendapatkan penghasilan yang memadai kembali akan menghadapi masalah karena kebijakan Pemerintah Kota Bandung justru tidak menyentuh akar masalah berupa kepastian status dari guru honorer tersebut.
Selain itu, secara terang-terangan Pemerintah Kota Bandung melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundangan yang mengatur mekanisme pengangkatan kepala sekolah dan pengawas pendidikan, sehingga mengabaikan hak tenaga pendidik dan kependidikan untuk mendapatkan penghargaan terhadap prestasi kerja mereka secara obyektif.
Pemerintah Kota Bandung telah gagal melaksanakan pengelolaan dana pendidikan yang transparan dan akuntabel. Selama bertahun-tahun pemerintah Kota Bandung hanya beretorika tentang transparansi namun secara tidak langsung mendukung ketertutupan pengelolaan anggaran pendidikan.
Informasi mengenai pengelolaan dana masyarakat yang dihimpun di sekolah maupun anggaran publik yang disalurkan melalui BOS dan anggaran di Dinas Pendidikan nyatanya sulit diakses masyarakat. Ketertutupan informasi dalam pengelolaan anggaran ini, sebagaimana di banyak sektor lain, pada akhirnya menghambat partisipasi warga dalam mengawasi agar anggaran pendidikan dikelola secara efesien dan tepat sasaran.
Pemerintah Kota Bandung telah gagal memfasilitasi masyarakat untuk berperan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan pendidikan. Selain tidak mempunyai mekanisme formal dalam menerima dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat, Pemerintah Kota Bandung malah mengacaukan kemandirian Dewan Pendidikan Kota Bandung dengan menjadikan lembaga ini sebagai pengelola dana hibah “Bawaku Sekolah”.
Dilibatkannya Dewan Pendidikan Kota Bandung dalam sebuah program pemerintah telah menimbulkan konflik kepentingan untuk “memisahkan” peran Dewan Pendidikan Kota Bandung sebagai pengawas dan sekaligus pelaksana program pemerintah Kota Bandung. Bias kepentingan ini pada akhirnya merugikan masyarakat dan pemerintah itu sendiri, karena menghambat partisipasi masyarakat untuk memberikan masukan obyektif bagi peningkatan mutu pelayanan pendidikan secara obyektif dan mandiri
Melihat kondisi selama Tahun 2012 tersebut, tidak dapat disalahkan jika muncul opini bahwa Pemerintah Kota Bandung tidak memiliki komitmen dan kreatifitas, sehingga terjebak pada rutinitas pemenuhan kewajiban administrasi dan teknis penyelenggaraan pelayanan pendidikan semata.
Sesuatu hal yang patut disesali karena Kota Bandung mempunyai berbagai kelebihan potensi dan anggaran yang memadai untuk menjadi contoh sebuah kota yang peduli pendidikan. Rupanya semua pihak harus mengakui dan mau belajar dari beberapa kabupaten/ kota yang lebih kecil namun terbukti mempunyai terobosan kebijakan pendidikan yang berpihak pada pemenuhan hak masyarakat.
Semua permasalahan ini sudah saatnya dihentikan. Jika pemimpin Kota Bandung saat ini tidak mampu menciptakan perubahan berarti, pergantian Walikota Bandung pada Tahun 2013 harus dijadikan momentum untuk memilih seorang pemimpin yang berani melakukan terobosan kebijakan. Seorang pemimpin yang tegas dalam memilih pejabat di tingkat Dinas Pendidikan maupun satuan pendidikan sesuai peraturan dan perundangan yang berlaku.
Itupun belum cukup. Pemerintah Kota Bandung dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandung harus menyelesaikan pekerjaan rumah untuk menyusun standar dan terobosan program pelayanan pendidikan Kota Bandung yang konkrit.
Terakhir, tahun ini adalah waktu yang tepat untuk menilai keberadaan lembaga mandiri yang berperan sebagai pengawas serta menyusun sebuah mekanisme pengawasan yang melibatkan masyarakat secara langsung.
Demikian refleksi sekaligus harapan dari berbagai kelompok masyarakat yang peduli terhadap keterjangkauan akses dan peningkatan mutu pelayanan pendidikan di Kota Bandung.
Bandung, 24 Desember 2012
Koalisi Pendidikan Kota Bandung