11 June, 2011

Menakar Kejujuran di Kantin Sekolah

Diambil dari flickr.com
Uji kejujuran yang dilakukan, selain menjadi pembelajaran bagi warga sekolah, ternyata juga bisa membuktikan bahwa kalau kepercayaan itu diberikan dengan sungguh-sungguh, mungkin rasa tanggung jawab yang akan tumbuh. Tidak harus dengan 'pentungan' saja kan... :D

Kasus kantin SMA Negeri 1 Ciparay Kab. Bandung membuktikan, bahwa kejujuran itu bisa dilatihkan, dan ditumbuhkembangkan. Ia bukan teori yang harus dihafalkan. Ia adalah sikap yang harus diinternalisasi, dan diterapkan. Tidak aneh kalau sekolah punya tanggung jawab dalam menumbuhkembangkan nilai-nilai kejujuran ini.

Meski banyak pembeli "menyerbu" makanan yang dijajakan, kantin di SMA Negeri 1 Ciparay itu tak pernah dijaga oleh kasir atau semacamnya. Uniknya, pembeli memahami benar keadaan itu. Mereka akan mengeluarkan uang dari saku dan meletakkannya dalam kotak khusus saat mengambil makanan, yang jumlahnya sesuai dengan harga banderol. Jika jumlah uangnya terlalu besar, pembeli pulalah yang mengambil kembaliannya. Hanya kejujuran pembelilah yang memegang peran dalam kegiatan operasional kantin tersebut sehari-hari.

Rugikah? Teryata tidak, selama kejujuran dapat ditegakkan oleh para pembeli. Konsep yang sangat sederhana, namun mungkin akan sangat sulit dalam pelaksanaannya ini, digagas Pemkab Bandung, Kejaksaan Negeri Bandung, dan Karang Taruna. Tak tanggung-tanggung, Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Eko Soesamto Tjiptadi turut hadir dalam peresmian kantin tersebut, Januari 2008. Program ini rencananya akan diterapkan di seluruh SLTA di Kab. Bandung, dan Bupati Bandung saat itu, memberikan dana stimulan bagi beberapa SLTA untuk menerapkan sistem Kantin Kejujuran tersebut

Tapi hanya gara-gara Ujian Nasional, pendidikan untuk kejujuran itu bisa dilibas karena justru dianggap menyusahkan. Ironis, karena Ujian Nasional adalah program evaluasi, yang kita tahu justru menjadi programnya pemerintah, dalam hal ini Kementrian Pendidikan Nasional, sebagai amanat UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Tersebutlah Ny Siami. Warga Jl. Gadel Sari Barat, Kecamatan Tandes, Surabaya, ini dikabarkan menjadi korban sistem Ujian Nasional. Petaka datang ketika ujian nasional di SDN Gadel 2 Surabaya,  Al, anaknya, dijadikan sumber contekan teman-temannya sesama peserta UN. Karena ingin jujur, Ny Siami tidak menerima kecurangan itu. Ia melaporkan wali kelas anaknya, yang diduga merancang kerjasama contek-mencontek dengan menggunakan anaknya sebagai sumber contekan.

Bukannya menjadi pahlawan, kejujuran Ny. Siami malah berujung menjadi malapetaka. Lebih dari 100 warga Kampung Gadel Sari dan wali murid SDN Gadel 2, tempat anaknya menimba ilmu, meminta keluarga penjahit itu enyah dari kampungnya! Edan!!

Apa yang dilakukan sekolah? Sekolahnya justru menganggap Ny. Siami ini mencemarkan nama baik sekolah. Padahal, menurut pengakuan Al, anaknya, kecurangan itu sudah direncanakan jauh hari sebelumnya! Oleh Sekolah! Kepala sekolah dan sang wali kelas, akhirnya dicopot.

Yang paling menyakitkan dari berita ini adalah, bagaimana sikap warga yang justru merasa dirugikan dengan kejujuran Al, dan Ny. Siami, sang ibu. Bagaimana dengan beringas mereka mengepung keluarga itu di rumahnya, mencaci makinya sebagai sok pahlawan, bahkan mengusirnya dari tempat mereka tinggal.

Kejujuran, seperti hal kecil di kantin sekolah itu bukanlah hal sulit untuk dilakukan, tapi efeknya pasti besar terhadap masa depan bangsa. Tapi kenapa upaya berdampak besar dengan modal kecil itu justru bisa hancur oleh upaya yang lebih sistematis, oleh para pelaku pendidikan sendiri?

Saatnya untuk menatap kaca lebih lama, dan mengusap buramnya bayangan pendidikan kita. Tulisan ini diposting ulang, sebagai bagian dari gerakan #IndonesiaJujur, menyikapi kasus Ny. Siami dan Al. Kumpulan berbagai berita dan tulisan tentang kasus ini bisa dilihat juga di sini.

3 comments:

Anonymous said...

Salam kenal,
Mohon ijin menempatkan image berita ini pada berita kantin kejujuran di b0cah.org 09.08.2008.
Terima kasih dan silakan mengunjungi koran kami.

Anonymous said...

satu kata yang keluar dari mulut saya ketika baca artikel ini. WOW!

keren sekali menurut saya konsep kantin itu...

semoga gak cuma sekolah2 di jawa barat saja, tapi di seluruh Indonesia menerapkannya...

AMIN!

Anonymous said...

Kontradiksi kontradiksi yang membuat pikiran tak lurus
Bikin postingan juga ah